A.
Periode
Makkah
Dalam
sejarah peradaban islam, sejarah hidup Nabi Muhammad SAW biasanya dibedakan
menjadi dua, yaitu ketika Nabi Muhammad menjalani hidupnya di Makkah dan di
Madinah. Sejarah masa hidup Nabi selain dikaji dalam bidang sejarah, kerap kali
pula mendapatkan perhatian dibidang disiplin lain seperti Al-Qur’an. Situasi
dan kondisi yang dihadapi Nabi Muhammad menjadikan perbedaan tema-tema sentral
dalam ajaran islam melalui wahyu yang diterima Rasulullah.
Demikian juga yang terjadi dalam
sejarah islam, karena perbedaan dan tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad
berbeda didua tempat tersebut menjadikan sebagian penulis sejarah islam juga
membagi sejarah hidup rasul tersebut ke dalam dua babak, yaitu sejarah ketika
rasul di Makkah dan sejarah hidup rasul di Madinah. Pada bagian awal ini
terlebih dahulu akan dibahas sejarah hidup rasul di Makkah.
Sebelum Islam datang ditanah Arab,
sebenarnya masyarakat Arab bukan tidak berkeyakinan, mereka sudah memiliki keyakinan
tertentu yang dikenal dengan paganisme, mereka tidak mengingkari adanya Tuhan,
tetapi umumnya mereka menggunakan perantara yaitu patung-patung atau berhala
untuk menyembah Tuhan mereka.[1]
Orang-orang Arab juga hidupnya suka
berpindah-pindah tempat atau
yang disebut nomaden,
mereka suka mengembara ke
mana-mana. Itu bisa dipahami
karena kondisi alam bangsa Arab memang kebanyakan tandus dan kurang subur.
Karena kondisi alam seperti inilah terkadang menjadikan mereka memiliki watak
yang keras. Mereka suka berperang. Kaum laki-laki menjadi dominan dalam posisi
ini, sehigga ketika mereka memiliki anak-anak laki mereka bangga, tetapi
sebaliknya ketika mereka mendapatkan anak perempuan mereka merasa aib dan malu,
karena tidak bisa diajak berperang, maka banyak yang mereka bunuh.
Dalam kondisi masyarakat yang
seperti itulah Nabi Muhammad diturunkan. Ayah Nabi Muhammad SAW Abdullah ibn
Abdul Muththalib. Sedangkan ibunya bernama Aminah binti Wahab. Dia dilahirkan
dikota Makkah pada tanggal 20 Agustus tahun 570 M. Tahun ini disebut juga
dengan tahun Gajah karena pada tahun tersebut terjadi penyerangan terhadap
ka’bah yang dilakukan oleh Raja Abrahah dari Yaman.[2]
Muhammad terbilang sebagai anak
yatim karena ayahnya meninggal ketika dia masih dalam kandungan. Ayahnya
meninggal di Madinah yaitu ketika perjalanan pulang dari kota Syam. Dan pada
masa usia Muhammad mencapai 6 tahun, dia menjadi yatim piatu yaitu ketika ia
diajak ibunya ke Madinah dalam rangka berziarah ke makam ayahnya. Dalam
perjalanan pulang dari Madinah, Aminah jatuh sakit yang menyebabkannya
meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Muhammad diasuh
oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Penderitaan Muhammad menjadi
bertambah karena dalam pengasuhan kakeknya yang tidak terlalu lama, kakeknya
pun meninggal dunia. Selanjutnya Muhammad diasuh oleh pamannya yang bernama Abu
Thalib, yang juga ayah dari Ali ibn Abi Thalib, seorang puak dari bani Hasyim.
Abu Thalib adalah seorang pedagang, maka tidak mengherankan apabila Muhammad
sering berpergian dengan pamannya, seperti ke Syam dan ke Madyan untuk
berdagang. Pengalaman Muhammad bersama pamannya dalam perniagaan, membuatnya
dikenal sebagai seorang pedagang yang cakap dan jujur, sampai dia dewasa.
Pribadi Muhammad demikian menarik.
Beliau dikaruniai wajah yang menarik dari siapapun. Semua orang menghormati dan
menaruh hormat kepada beliau. Dalam masa mudaya orang Quraiys menamakan
“Siddiq” (benar) dan ‘amin’ (jujur) dan beliau dihormati semua orang termasuk kepala-kepala suku di
makkah. Ketika beliau
memulai tugas mengajak
orang menuju jalan Allah, orang Quraiys mengutus ‘Uthah bin Rabi’ah untuk membuat
kompromi. Ketika ‘Uthah bib Rabi’ah berbicara kemudian Rasulullah membacakan
ayat kepadanya, ia kembali kepada orang-orang quraiys dan berkata : “Terimalah
nasihat saya dan jangan ganggu dia” orang-orang Quraiys berkata : “Ia telah
menyihir engkau dengan lidahnya”.
Dalam sejarah berikutnya, kemudian Muhammad
tumbuh dan berkembang menjadi pemuda yang baik kepribadian dan akhlaknya. Dia
juga dikenal sebagai seorang yang memiliki perangai yang mempesona, sehingga
masyarakat Makkah pada waktu itu memberi gelar al-amin, gelar penghormatan
kepada Muhammad sebagai pemuda yang bisa
dipercaya.
Pada waktu Nabi Muhammad pada waktu
berusia 25 tahun , beliau
menikah dengan seorang wanita yang bernama Khadijah binti Khuwalid yang berusia
40 tahun. Ia adalah
pedagang kaya yang tertarik kepada Muhammad karena kejujurannya. Dari
perkawinan ini diperoleh beberapa orang anak. Dalam sejarahnya, Khadijah sangat
mendukung dalam perjuangan-perjuangan Muhammad.
[3]Dalam
perjalan hidupnya, Muhammad ,sering menyendiri atau ber-Khalwat, sebagaimana
kebiasaan orang-orang Arab, khususnya orang-orang yang tergolong pemikir, sebagai upaya
untuk mengetahui rahasia alam semesta. Usaha ini kemudian mmbuahkan hasil
dengan turunnya wahyu pertama ayat al-‘alaq : 1-5, yang sekaligus nandai , pengangkatan dirinya
sebagai Nabi .
Yang menarik dari pribadi yang agung
ini adalah watak spiritualitasnya, ketrampilan berpoltik, dan kemampuannya
dalam menejemen. Suatu kemampuan
yang membawa dirnya menuju kesuksesan alam karirnya baik sebagai kepala agama
maupun sebagai kepala pemerintahan dinegara Madinah. Dalam mengemban misi dan
risalahnya dapatlah dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, seruan terhadap perseorangan
(al-marhalah al-fardiyah), kedua, seruan kepada kaum ,kerabat dan ketiga,
seruan secara terbuka (al-da’wah al-a’mmah). Dan dalam tahapan ketiga itulah
Nabi mendapat reaksi keras
dari
golongan oligarki yang menguasai kota. Hal itu lebih disebabkan kekhawatiran mereka
terhadap kemungkinan tergoyahnya struktur masyarakat dan kepentingan dagang
yang melebihi dari rasa takut hancurnya agama tradisional bangsa Arab yang
politheisme itu.
Sebagian penulis berpendapat bahwa
sebenarnya orang-orang Quraiys tidak sepenuhnya percaya terhadap berhala dan
tidak benar-benar mempertahankan tuhan-tuhan mereka. Mereka hanya menjadikan
berhala-berhala itu sebagai alat bukan tujuan untuk mengelabuhi orang-orang
Arab agar mudah ditipu dan diperas. Dan sekiranya Muhammad, sekedar mengajarkan
tauhid, yang berhubungan dengan eksistensi Tuhan, tanpa menyerukan persamaan,
kemerdekaan dan keadilan, tidak melarang riba dan tidak menetapkan hak orang
miskin pada sebagian harta orang kaya, maka akan dengan mudah mereka menerima
seruan Nabi. Karena faktor-faktor
itulah
sehingga masyarakat Quraiys sulit menerima dakwah Rasulullah SAW.
Pola pendidikan yang dilakukan oleh Rasululoh sejalan
dengan tahapan-tahapan dakwah yang disampaikannya kepada kaum Quraisy. Dalam
hal ini penulis membaginya kepada tiga tahap:
1)
Tahapan pendidikan Islam Secara Rahasia dan Perorangan
Pada
awal turunnya wahyu pertama al-qur’an surat 96 ayat 5, pola pendidikan yang
dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi, mengingat social politik yang belum
stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula
Rasulullah mendidik istrinya, khadijah untuk beriman kepada dan menerima
petunjuk dari Allah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali Ibn Abi Thalidan
Zaid Ibn Haritsah. Kemudian sahabat karibnya Abu Bakar As-Siddiq. Secara
berangsur-angsur, ajakan tersebut disampaikan secara meluas, tetapi masih
terbatas dikalangan keluarga dekat dengan suku quraiys saja, seperti Ustman Ibn
Affan, Zubair ibn Awwam, Sa’ad ibn Abi Waqas, Abdurahman Ibn Auf, Thahah ibn
Ubadillah, Abu Ubaidillah ibn Jahrah, Arqam ibn Arqam, Fatimah binti Khatabah,
Said ibn Za’id, dan beberapa orang lainnya, mereka semua tahap awal ini disebut
Assabiquna al awwalun, artinya orang-orang yang mula-mula masuk islam. Sebagai
lembaga pendidikan dan pusat kegiatan pendidikan islam yang pertama pada era
awal ini adalah Arqam bin Arqam.
2)
Tahap Pendidikan Islam Secara Terang-terangan
Pendidikan
secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3 tahun, sampai turun wahyu
berikutnya, yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan.[5]
Ketika wahyu tersebut turun, beliau mengundang keluarga dekatnya untuk
berkumpul dibukit shafa, menyerukan agar berhati-hati terhadap adzab yang keras
dikemudian hari bagi orang-orang yang tidak mengakui Allah sebagai Tuhan Yang
Esa dan Muhmmad sebagai utusan-Nya. Seruan tersebut dijawab Abu Lahab,
Celakalah kamu Muhammad! Untuk inikah kami mengumpukan kamu? Saat itu turun
wahyu menjelaskan perihal Abu Lahab dan istrinya.
Perintah dakwah secar terang-terangan
dilakukan oleh Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak
dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah
tersebut banyak kaum Quraiys yang akan masuk islam. Di samping itu, keberadaan
rumah Arqam ibn Arqam sebagai pusat dan lembaga pendidikan islam sudah
diketahui oleh kuffar Quraiys.
3.
Tahap Pendidikan Islam untuk Umum
Hasil seruan dakwah secara terang-terangan yang
terfokus kepada keluarga dekat, kelihatan belum maksimal sesuai dengan apa yang
di harapkan. Maka, Rasululloh mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang
terfokus kepada keluarga dekat beralih ke seruan umum, umat manusia secara
keseluruhan. Seruan dalam skala internasional tersebut didasarkan kepada perintah
Alloh, surat al-Hijr ayat 94-95. Sebagai tindak lanjut dari perintah tersebut, pada
musim haji pemerintah mendatangi kemah-kemah para jamaah haji. Pada awalnya tidak banyak yang menerima, kecuali
sekelompok jamaah haji dari yastrib, kabilah khazraj yang menerima dakwah
secara antusias. Dari sinilah sinar Islam memancar ke luar Makkah.
Penerimaan masyarakat Yastrib itu berdasarkan beberapa
faktor : 1. Adanya kabar dari kaum Yahudi akan lahir seorang Rasul. 2. Suku Aus
dan Khazraj mendapat tekanan dan ancaman dari kelompok yahudi 3. Konflik antar
khazraj dan Aus yang berkelanjutan dalam rentang waktu yang sudah lama, oleh
karena itu mereka mengharakan seorang pemimpin yang mampu melindungi dan
mendamaikan mereka.
Berikutnya, di musim haji pada tahun kedua belas
kersulan Muhammmad SAW, Rasulullah didatangi dua belas orang laki-laki dan
seorang wanita untuk berikrar kesetiaan yang dnamakan “Ba’iah Aqabah I” mereka
berjanji tidak akan menyembah selain kepada Alloh, tidak akan mencuri dan
berzina , dan tidak akan membunuh anak-anak, dan menjauhkan dari perbuatn keji
serta fitnah, selau taat kepada Rasuulah dalam kebenaran dan tidak
menduharkainya terhadap sesuatu yang merekatidak inginkan.
Berkat semangat yang tinggi yang dimiliki para sahabat
dalam mendakwahkan ajaran islam, sehingga
seluruh penduduk Yatrib masuk islam keuali orang-orang Yahudi.Musim haji
berikutnya 73 orang jamaah haji dari Yastrib mendatangi Rasulullah SAW, dan
menetapkan keimanan kepada Alloh dan Rasul-Nya di tempat yang sama dengan
pelaksanaan “Baiah al-Aqabah II “ dan mereka bersepakat akan memboyong
Rasulullah ke Yastrib.
b.
Materi Pendidikan Islam
Materi
pendidik pada fase Makkah data dibagi kepada dua bagian :
1.
Materi pendidikan tauhid, materi ini lebih difokuskan untuk memurnikan
ajaran agama tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim, yang telah diselewengkan oleh
masyarakat jahiliah. Secara toritis inti sari ajaran tauhid dalam kandungan
surat al-fatihah Ayat 1-7 dan surat Al-iklas Ayat 1-5. Secara praktis
pendidikan tauhid di berikan melalui cara-cara yang bijaksana,menuntun akan
ikiran dengan mengajak umatnya untuk pembaca, memerhatikan dan memikirkan
kekuasaan dan kebesaran Allah dan manusia sendiri. Keudian beliau mengajarkan
bagaimana cara mengaplikasikan pengertian tauhid tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Rasulullah langsung menjadi contoh bagi umatnya. Hasilnya,
kebiasaan masyarakat arab yang memulai perbutan atas nama berhala diganti
dengan ucapan “bismillahirrahmanirrahim”. Keiasaan menyembah berhala diganti
dengan mengagungkan dan menyembah Allah SWT.[6]
2.
Materi pengajaran al-Qur’an, materi ini dapat dirinci kepada 1. Materi
baca tulis al-Qur’an,untuk sekarang disebut dengan materi iqra’ dan imlak. Dengan
materi ini diharapkan agar agar
kebiasaan orang Arab yang kebiasaannya membaca syair-syair indah, diganti
dengan membaca Al-Qur’an sebgai bacaan yang lebih tinggi niai sastranya. 2.
Materi menghafal ayat-ayatAl-Quran yang kemudian hari disebut dengan
menghafalkan ayat-ayat suci A-Qura’an. 3 materi pemahaman Al-Qura’an yang saat
ini di sebut dengan materi faahmi Al-Qur’an atau tafsir qur’an: tujuan materi
ini adalah meluruskan pola ikir umat islam yang diengaruhi pola pikir
jahilliah. Disinilah letaknya fungsi hadist sebagai bacaan Al-Qur’an.
c.
Metode Pendidikan Islam
Materi pendidikan sebagaimana
tersebut diberikan menggunakan berbagai metode pembelajaran. Metode pendidikan
yang dilakukan Rasulullah dalam mendidik umat Islam pada periode Makkah adalah:
1) Metode ceramah, menyampaikan wahyu yang
baru diterimanya dan
memberikan penjelasan-penjelasan serta
keterangan-keterangannya.
2) Dialog, misalnya dialog antara
Rasulullah dengan Mu’az ibn Jabal
ketika Mu’az akan diutus sebagai kadi ke negeri Yaman,
dialog antara Rasulullah dengan para sahabat untuk mengatur strategi perang.
3) Diskusi atau tanya jawab; sering sahabat
bertanya kepada
Rasulullah tentang suatu hukum, kemudian Rasulullah
menjawabnya.
4) Metode perumpamaan, misalnya orang
mukmin itu laksana satu
tubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh, maka
anggota tubuh lainnya akan turut merasakannya.
5) Metode kisah,misalnya kisah beliau isra’
dan mi’raj.
6) Metode pembiasaan,
membiasakan kaum muslimin shalat berjamaah.
7) Metode hafalan, misalnya
para sahabat dianjurkan untuk menjaga
d.
Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum
pendidikan islam pada periode Rasululah baik dimakkah atau madina adalah
Al-Qur’an yang Alloh wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan
peristiwa yang dialami oleh umat islam pada saat itu dalam praktiknya tidak
saja logis dan rasional, tetapi juga fitrah dan pragmatis. Hasilcara demikian
dapat dilihat dari sikap rohani dan mental para pengikutnya.
e.
Lembaga
Lembaga
pendidikan Isam pada fase Makkah :
1.
Rumah Arqam
ibn Arqm merupakan tempat ertama berkumpulnya kaummuslim beserta Rasulullah
untuk belajar hokum-hukum dan dasar-dasar ajaran islam. Rumah ini merupakan
lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam islam,
adapun yang mengajar dalam lembaga ini adaah Rasululloh sendiri.
Sebagaimana
sudah dijelaskan dibagian terdahulu bahwa sebelu,m Rasulullah hijrah ke
madinah, didahului oleh dua peristiwa yaitu bai’ah aqabah sughra (pertama) pada
tahun 621 M dan bai’ah aqabah kubra (kedua) pada tahun 622 M. Adanya bai’ah ini
juga tidak lepas dari usaha Rasulullah untuk menyampaikan ajarannya kepada
sebagian peziarah dan pedagang dari kota yatsrib yang melaksanakan ibadah haji.
Isi bai’at itu antara lain mengikrarkan keimaman kepada Allah dan Rasulnya
Muhmmad, amar ma’ruf nahyi munkar, dan kepatuhan kepada beliau pemimpin mereka.
Nabi juga berjanji akan berjuang bersama mereka baik dalam peperangan maupun
perdamaian. Sesungguhnya
dengan peristiwa ba’iat aobah itu telah terjadi legislasi kepemimpinan Muhammad
sebagai pemimpin mereka. Karena telah terjadi fakta persekutuan antara Nabi
dengan penduduk Yatsrib, sampai dengan legistimasi. Formalnya sebagai kepala
negara madinah, dengan ditetapkannya Piagam Madinah. Dipiagam madinah itulah,
diatur kehidupan masyarakat madinah sehingga menjadi masyarakat maju dan
beradap mereka hidup dengan menjalankan aturan-aturan yang mereka sepakati
bersama itu.
Oleh karena itulah, Rasulollah bersama
para sahabat melakukan hijrah ke madinah. Sebenarnya ada beberapa sebab utama
yang membuat Nabi hijrah ke Madinah, yaitu :
Pertama,
perbedaan iklim dikedua kota itu mempercepat dilakukannya hijrah. Iklim Madinah
yang lembut dan watak rakyatnya yang tenang sangat mendorong penyebaran dan
pengembangan agama islam. Sebaliknya, kota Mekkah tidak mempunyai dua kemudahan
itu
Kedua, Nabi-nabi umumnya tidak dihormati
dinegara-negaranya sehingga Nabi Muhammad pun tidak diterima oleh kaumnya
sendiri. Akan tetapi disukai sebagai Nabi Alloh, oleh karena orang-orang
Madinah dan dia sungguh diundangnya.
Ketiga, tantangan yang Nabi hadapi
tidaklah sekeras di Makkah, golongan pendeta dan kaum nigrat Quraisy yang
mengganggap islam bertentangan dengan kepentingan mereka, ini tentu berbeda
dengan sikap penduduk Madinah terhadap Nabi.
Dalam
perjalanan hijrah itu, Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah pada tanggal 27
September 822 Masehi bertepatan dengan hari senin tanggal 12 Rabbiul Awal,
kemudian oleh Khalifah umar bin Khattab ditetapkan sebagai Tahun pertama
hijrah. Sebelum sampai ke Madinah, nabi singgah di Qubah dan mendirikan masjid
yang pertama dalam sejarah islam, didaerah itu. Kemudian melakukan sholat
Jum’at di Masjid itu. Rasululloh menyampaikan Khutbah Jum’at pertama yang
berisikan tahmid, Sholawat dan salam, pesan bertakwa, dan doa kesejahteraan
bagi kaum muslimin. Sampai saat ini masjid qubah masih banyak dikunjungi orang
termasuk ramai pada saat musim haji.
Di
dalam islam, yang dianggap khutbah pertama rasul khutbah2 jumat rasul di Masjid
Qubah ini. Oleh ahli-ahli sejarah politik dinyatakan sebagai proklamasi,
lahirnya negara islam.[9]
Rasul menetapkan taqwa sebagai dasar negara dan poloitik negara berdasarkan
atas AL-Adalat, Al-Insyaniah (perkemanusiaan), as-syura (demokrasi) , al-wahdah
al-islamiah (persatuan islam), dan ukhuwah islamiah (persaudaraan islam).
Apa
yang dilakukan Rasulullah dengan sholat jumat tersebut yang sesungguhnya
merupakan simbol persatuan umat islam, di tengah-tengah kuatnya kesukuan pada
saat itu, dan masjid dari segi agama berfungsi sebagai tempat ibadah, sedangkan
dari segi sosial berfungsi sebagai tempat untuk mempercepat ikatan sesama
muslim, menyatukan umat islam dan menyambung tali silaturahmi antar umat islam.
Selanjutnya dalam sejarah islam, penduduk
madinah yang menyambut kedatagan Rasulullah bersama sahabat ini mendapat
julukan kaum Anshar, karena prestasi dan jasanya yang besar terhadap islam. Dan
orang-orang islam di makkah yang ikut bersama Nabi hijrah ke Madinah dengan
predikat Muhajirin, karena kesetiaan dan pengorbanannya yang besar terhadap
ilam. Predikat ini merupakan langkah strategis dalam kerangka antisipasi
terhadap propaganda orang-orang yahudi yang tidak senang dengan persatuan yang
terjalin antara kaum anshar dan muhajirin. Dalam realitas kesejarahnnya, kaum
muhajirin dan kaum anshar ini memang benar-benar bersatu dalam ikatan keimanan
dan bersatu dalam mempertahankan wilayah madinah.
Setelah
Rasulullah membangun masjid sebagai sarana untuk mempersaudarakan kaum muslimin
di kota madinah, selanjutnya Rasulullah juga melakukan pembangunan sosial,
ekonomi dan politik negara madinah. Bai’at Aqabah yang dulu dilakukan kemudian
begitu nyata yaitu dengan didukungnya Nabi Muhammad oleh sebagian besar suku
Aus dan Kazraj yang memudahkannya dalam menggalang potensi mereka untuk di
satukan menjadi suatu bangsa (nation) yang berdaulat dan membuat perjanjian
untuk saling bantu-membantu antara orang muslim dan non muslim yang
didokumentasikan dalam piagam Madinah, yang menurut Ahmad Syalabi secara umum
berisikan antara lain bahwa kelompok ini mempunyai pribadi kegamaan dan
politik, kebebasan beragama terjamin semua, kewajiban penduduk madinah baik
yang muslim maupun bangsa yahudi, bantu membantu secara moril dan materiil, dan
Rasulullah adalah pemimpin tertinggi penduduk Madinah.
Butir-butir
dalam piagam Madinah tersebut merupakan kesepakatan bersama yang merupakan
sebuah konstitusi, dan konstitusi Madinah itu merupakan konstitusi yang
mendasari berdirinya negara Madinah. Sebuah negara yang didirikan atas dasar
kontrak sosial antara kaum muslimin disatu pihak dan masyarakat non muslim di
pihak lain.
Selain
itu selama Nabi sebagai kepala negra Madinah, beliau melakukan kebijakan satu
sama lain memiliki kaitan antara lain pertama, intensifikasi pemantapan sosio
ekonomi politik. Oleh sebab itu ayat-ayat Al-Qur’an pada periode Madinah ini
diturunkan terutama ditujukan untuk pembinaan hukum, dan Rasuullah menjelaskan
ayat-ayat yang belum jelas dan terperinci itu dengan perbuatan-perbuatan
beliau, seperti sistem syura dalam politik, persamaan derajad antar sesama,
perbedaan karena taqwa dan amal shaleh, diperintahkannya zakat dan sedekah
untuk pemerataan ekonomi disamping ditegaskan hukum riba, juga diberlakukannya
razia terhadap kabilah prniagaan Quraiys di jalur perdagangan menuju
pasar-pasar wilayah utara. Ini berbeda betul jika dibandingkan dengan
ajaran-ajaran dan aturan-aturan selama Rasulullah berada dalam periode Makkah.
Dalam
periode Madinah inilah Rasulullah benar-benar dapat membina masyarakat yang
kondusif, sehingga dibawah kepemimpinan Rasulullah, Madinah menjadi wilayah
yang diperhitungkan. Kepemimpinannya sebagai panglima perang pun juga teruji
dalam beberapa peperangan yang dilakukannya, baik yang tergolong ghazwah
ataupun sariyah, sampai dengan peristiwa fath Makkah yang monumental, yaitu
peperangan tanpa pertumpahan darah. Ajakan masuk islam kepada pemimpin-pemimpin
dunia melalui surat yang beliau kirimkan merupakan langkah politis yang sangat
berani. Kemampuannya dalam mempersatukan umat islam dengan kebinekaan kabilah
dan suku, serta mempersaudarakannya adalah sebagai bukti misi risalah yang dibawanya
berdimensi religius dan sosial politik. Dan satu bukti sejarah bahwa Nabi
seorang kepala Negara di Madinah adalah munculnya persoalan siapakah yang
pantas menggantikan Rasulullah sebagai pemimpin wilayah itu setelah Rasulullah
wafat. Di sebuah tempat ditengah kota Madinah, Saqifah bani Sa’ida, umat islam
sulit menentukan pemimpin mereka, sampai akhirnya terpilih Abu Bakar sebagai
Khalifah pertama Umat Islam.
a.
Lembaga Pendidikan Islam
Ketika
Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah salah satu program pertama yang
beliau lakukan adalah pembangunan sebuah Masjid. Masjid itulah pusat kegiatan
Nabi Muhammad saw bersama kaum
muslimin, untuk secara bersama membina masyarakat baru, masyarakat yang
disinari oleh tauhid, dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat.
Kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat
baru di Madinah adalah disyariatkannya media komunikasi berdasarkan wahyu,
yaitu shalat Jum’at yang dilaksanakan secara berjama’ah dan azan. Dengan shalat
berjama’ah tersebut
hampir seluruh masyarakat berkumpul untuk mendengar Nabi saw berkhutbah dan
shalat Jumat berjama’ah.
b.
Materi pendidikan Islam di Madinah
Materi pendidikan yang diberikan pada fase Madinah lebih luas dibandingkan
periode Makkah. Materi pendidikan Islam periode Madinah dapat diuraikan sebagai
berikut:
1) Pendidikan ukhuwah antara kaum muslimin.
Kaum muslim dipersaudarakan karena
Allah bukan karena yang lain. Sesuai dengan isi konstitusi Madinah pula, bahwa
antara orang yang beriman tidak boleh membiarkan saudaranya menanggung beban
hidup dan utang yang berat di antara sesama mereka. Contoh : Nabi Muhammad saw mengigkis habis sisa-sisa permusuhan antar suku dengan mengikat tali persaudaraan baik antara Muhajirin dengan Muhajirin maupun
Muhajirin dengan Anshor.
2) Pendidikan kesejahteraan social yaitu terjaminnya
kesejahteraan sosial,
tergantung
pada terpenuhinya kebutuhan pokok kehidupan sehari-hari. Contoh : Untuk menjalin kerja sama dan
saling tolong menolong dalam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang
adil dan makmur, turunlah syari’at dan zakat dan puasa yang merupakan
pendidikan bagi masyarakat dalam tanggung jawab jawab sosial baik secara
material maupun moral.
3) Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat
yaitu suami, istri dan
anak-anaknya. Contoh : Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Nabi Muhammad saw menganjurkan kaum Muhajirin agar bekerja sesuai dengan kemampuannya
masing-masing.
4) Pendidikan hankam dakwah Islam. Masyarakat
kaum muslimin
merupakan satu negara dibawah
bimbingan Nabi Muhammad saw yang
mempunyai
kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya
untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia
yaitu shalat yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Oleh karena
didalamnya juga ada khutbah dari
Nabi saw shalat berjama’ah ternyata
telah memupuk solidaritas yang
sangat tinggi dalam menagani masalah-
masalah bersama.
SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PADA
MASA
KHULAFAUR RASYIDIN
A.
MASA KEPEMIMPINAN KHULAFAUR RASYIDIN
1.
Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq (632-634)
Setelah
Nabi wafat, sebagai pemimpin umat islam adalah Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah.
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat setelah Nabi wafat untuk menggantikan
Nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.[11]
Masa awal kekhalifahan Abu Bakar di
guncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaju sebagai
Nabi dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan dengan hal ini Abu
Bakar memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberotak yang dapat
mengacaukan keamanan dan memengaruhi orang-orang islam yang masih lemah imannya
untuk menyimpang dari ajaran Islam. Dengan demikian, di kirimlah pasukan untuk
menumpas para pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat islam
yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah pan para hafiz
Al-Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Oleh karena
itu, Umar ibn Khatab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan
ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah
Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an. Pola pendidikan
pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun
lembaga pendidikannya.
Dari
segi materi pendidikan islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan,
akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
1. Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan
bahwa satu-saunya yang wajib disembah adalah Allah.
2. Pendidikan akhlak, seperti adab masuk ke
rumah orang, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat, dan lain
sebagainya. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat puasa dan haji.
3. Kesehatan seperti tentang kebersihan,
gerak gerik dalam shlat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.[12]
Berdasarkan uraian di atas, penulis
berkesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan islam pada khalifah Abu Bakar ini
adalah sama dengan pendidikan islam yang dilaksanakan pada masa Nabi baik
materi maupun lembaga pendidikan.
Sesuai
kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia, pikiran, perasaan dan kemampuan
berbuat, merupakan komponen dari kemuliaan dan kesempurnaan yang melengkapi
ciptaan (kejadian) manusia. Firman Allah Swt :
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
4.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
.(QS : 95 4)
Abu Bakar telah menyaksikan
persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah Nabi wafat, berdasarkan
hal inilah Abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar bin Khatab, yang
tujuannya adalah untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan adanya
perpecahan di kalangan umat islam, kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata
diterima oleh masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin Khatab, kondisi politik
dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah islam memperoleh hasil yang
gemilang. Wilayah islam pada masa Umar bin Khatab meliputi semenanjung Arabia,
Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir.
Dengan meluasnya wilayah islam
mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi
kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga
dalam hal ini di perlukan pendidikan.
Pada masa khalifah Umar bin Kharab,
sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperboleh kan untuk keluar
daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi,
kalau ada diantara umat islam yang ingin belajar hadis harus pergi ke Madinah,
ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat
pendidikan adalah terpusat di Madinah. [14]
Dengan meluasnya wilayah islam
sampai keluar jazirah Arab, tampaknya khaliah memeikirkan pendidikan islam di
daerah-daerah yang baru di taklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab
memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu
kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan
ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan
penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan si
masjid-masjid dan pasar-pasar sera mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk
tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-Qur’an dan ajaran islam lainnya,
seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk islam.
Diantara sahabat-sahabat yang di tunjuk oleh Umar bin Khatab ke daerah
adalah Abdurahman bin Ma’qal dan Imam bin al-Hashim, kedua orang ini di kirim
ke Basyrah. Abdurahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah
dikirim ke Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah duru duduk di halaman
masjid sedangkan murid melingkarinya.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan islam
bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama islam ingin menimba
ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa
ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari
Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gaerah menuntut ilmu agama islam ini yang
kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.
Pada khalifah Umar bin Khatab, mata pelajaran yang diberikan adalah
membaca dan menulis Al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama
islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khatab ini lebih maju dibandingkan dengan
sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai
nampak, orang yang baru masuk islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar
bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahuan islam. Oleh karena itu
pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan hal di atas penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan
di mas khalifah Umar bin Khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah negara
dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, di samping telah ditetapkannya
masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan
islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu
bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah
pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan diberbagai
bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal, dan sebagainya. Adapun
sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambil dari daerah yang ditaklukkan
dan dari baitulmal.
3. Masa Khalifah Usman bin Affan (23-35
H : 644-656 M)[15]
Nama lengkapnya adalah Usman ibn Abil Ash ibn Umaiyah. Beliau islam atas
seruan Abu Bakar Siddiq. Usman bin Affan adalah
termasuk saudagar besar dan kaya dan sangat pemurah menafkahkan
kekayaannya untuk kepentingan umat islam. Usman diangkat menjadi khalifah hasil dari
pemilihan panitia enam yang di tunjuk oleh Umar bin Khatab menjelang beliau
meninggal. Panitia yang enam adalah: Usman, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair
bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin ‘auf. Pada masa khaliafah Usman bin Affan,
pelaksanaan pendidikan islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya.
Pendidikan pada masa ini hanya melanjutkan apa yang sudah ada, namun hanya sedikit
terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam. Para sahabat yang berpengaruh
dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di
masa khalifah Umar, di berikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di
daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan di
daerah-daerah. Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan
lebih mudah di jangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan
belajar islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para
sahabat bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Khalifah Usman sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan,
namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang
berpengaruh luar biasa di pendidikan islam, yaitu untuk mengumpulkan tulisan
ayat-ayat al-Qur’an.
Penyalinan ini terjadi karena perselisihan bacaan al-Qur’an. Berdasarkan
hal ini, khalifah Usman memerintahkan kepada tim untuk menyalin tersebut,
adapun tim tersebut adalah :
Zaid bin Tsabit, Abdulah bin Zubair,
Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist. Bila terjadi pertikaian bacaan, maka
harus diambil pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab al-Qur’an ini
diturunkan menurut dialek mereka sesuai dengan lisan. Quraisy, karena al-Qur’an diturunkan
dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy sedangkan ketiganya adalah
orang Quraisy. Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Usman bin Affan diserahkan pada
umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan
demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan
Allah. Bahwa pada khalifah Usman bin Affan tidak banyak terjadi perkembangan pendidikan, kalau dibandingkan dengan
masa Umar bin Khattab, sebab pada khalifah Usman urusan pendidikan diserahkan
saja pada rakyat. Dan apabila di lihat dari kondisi pemerintahan Usman banyak
timbul pergolakan dalam masyarakat sebagi akibat ketidaksenangan mereka
terhadap kebijakan Usman yang mengankat kerabatnya dalam jabatan pemerintahan.
4.
Masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H: 656-661 M)
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib
adalah putra dari paman Rasulullah dan suami dari Fatimah anak Rasulullah. Ali bin
Abi Thalib diasuh dan dididik oleh Nabi. Ali terkenal sebagai anak yang mula-mula
beriman kepada Rasulullah. Ali adalah khalifah keempat setelah Usman bin Affan. Pada pemerintahannya
sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi) beserta Thalhah dan
Abdillah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyingkapi pembunuhan terhadap
Usman, peperangan diantara mereka disebut Perang Jamal (unta) karena Aisyah
mengunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah,
muncul pemeberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak pernah
mendapat ketenangan dan kedamaian.
Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus
memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini disebut
dengan peperangan Shiffin, karena terjadi di Shiffin. Ketika tentara Muawiyah
terdesak oleh pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan
tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi desakan
sebagian tentaranya, akhirnya Ali menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan
kekacauan, sebab Muawiyah bersifat curang, sebab dengan tahkim Muawiyah berhasil
mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu,
sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara tahkim, meninggalkan Ali
dan membuat kelompok sendiri yaitu Khawarij.
Berdasarkan uraian di atas, penulis
berkesimpulan bahawa pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan,
sehingga di masa ia berkuasa pemerinthannya tidak stabil. Dengan kericuhan
politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada
saat itu Ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab kerusuhan
perhatiannya ditumpahkan pada masalah kamanan dan kedamaian bagi masyarakat
islam. Dengan demikian, pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh beda dengan masa Nabi
yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran islam
yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadis Nabi.
Pada saat Kholifah Ali bin Abi
Thalib memegang pemerintahan , Wilayah Islam sudah mencapai India. Pada saat
itu , penulisan huruf hijaiyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti
kasrah, fathah, dhommah dan syaddah. hal itu menyebabkan banyaknya kesalahan bacaan
teks Al-Qur’an dan Hadits di daerah-daerah yang jauh dari Jazirah Arab.
Untuk menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Al-Qur’an dan Hadits. Kholifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yangmempelajarai tata bahasa Arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non Arab dalam mempelajari sumber utama ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Untuk menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Al-Qur’an dan Hadits. Kholifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yangmempelajarai tata bahasa Arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non Arab dalam mempelajari sumber utama ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Pusat-pusat pendidikan pada masa
khulafaur rasyidin, antara lain:
1.
Makkah, guru pertama di Makkah adalah
Muaz bin Jabal yang mengajarkan al-Qur’an dan fikih.
2.
Madinah, sahabat yang terkenal antara
lain: Abu Bakar, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat
lainnya.
3.
Basrah, sahabat yang termasyhur
antara lain: Abu Musa al-Asy’ary, dia adalah seorang ahli al-Qur’an dan fikih.
4.
Kuffah, sahabat yang terkenal antara
lain: Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud
mengajarkan al-Qur’an, ia adalah ahli tafsir, hadis dan fikih.
5.
Damsyik (syam). Setelah Syam (Syiria)
menjadi bagian negara islam dan penduduknya banyak yang beragama islam. Maka
khalifah Umar mengirimkan tiga orang guru ke negara itu. Yang dikirim itu
adalah mu’az bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda’. Ketiga sahabat ini mengajar di
syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda’ di Damsyik, Mu’az bin Jabal di
Palestina, dan Ubaidah di Hims.
6.
Mesir, sahabat yang mula-mula
mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Ash, ia
adalah ahli hadis.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Sistem
Pendidikan Pada Masa Rasulullah
a.
Masa Makkah Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Makkah adalah pendidikan
tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa
setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin
dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
b. Masa
Madinah Pokok
pembinaan pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan
sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah,
yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh
ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.
2. Sistem
Pendidikan Pada Masa Khalifah
a.
Pola pendidikan Islam
pada masa Khalifah Abu Bakar sama dengan pola yang diterapkan pada masa Rosulullah
baik dari segi materi ( keimanan, akhlak, dan kesehatan ) maupun dari segi
lembaganya ( kuttab )
b.
Pada masa khalifah Umar
bin Khattab pendidikan Islam sudah lebih meningkat dimana pada masa ini
khalifah Umar sudah mengangkat guru-guru dan digaji untuk mengajar ke
daerah-daerah yang baru ditaklukkan.
c.
Pola pendidikan Islam
pada masa khalifah Usman bin Affan diserahkan sepenuhnya pada rakyat dan
sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah boleh mengajar ke
daerah- daerah lain.
d.
Pola pendidikan Islam
pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib kurang diperhatikan, hal ini dikarenakan
pemerintahan Ali yang selalu dilanda konflik yang berujung pada kekacauan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar