Minggu, 15 Maret 2015

SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULAH SAW



A.    Periode Makkah
Dalam sejarah peradaban islam, sejarah hidup Nabi Muhammad SAW biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu ketika Nabi Muhammad menjalani hidupnya di Makkah dan di Madinah. Sejarah masa hidup Nabi selain dikaji dalam bidang sejarah, kerap kali pula mendapatkan perhatian dibidang disiplin lain seperti Al-Qur’an. Situasi dan kondisi yang dihadapi Nabi Muhammad menjadikan perbedaan tema-tema sentral dalam ajaran islam melalui wahyu yang diterima Rasulullah.
            Demikian juga yang terjadi dalam sejarah islam, karena perbedaan dan tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad berbeda didua tempat tersebut menjadikan sebagian penulis sejarah islam juga membagi sejarah hidup rasul tersebut ke dalam dua babak, yaitu sejarah ketika rasul di Makkah dan sejarah hidup rasul di Madinah. Pada bagian awal ini terlebih dahulu akan dibahas sejarah hidup rasul di Makkah.
            Sebelum Islam datang ditanah Arab, sebenarnya masyarakat Arab bukan tidak berkeyakinan, mereka sudah memiliki keyakinan tertentu yang dikenal dengan paganisme, mereka tidak mengingkari adanya Tuhan, tetapi umumnya mereka menggunakan perantara yaitu patung-patung atau berhala untuk menyembah Tuhan mereka.[1]
            Orang-orang Arab juga hidupnya suka berpindah-pindah tempat atau yang disebut nomaden, mereka suka mengembara ke mana-mana. Itu bisa dipahami karena kondisi alam bangsa Arab memang kebanyakan tandus dan kurang subur. Karena kondisi alam seperti inilah terkadang menjadikan mereka memiliki watak yang keras. Mereka suka berperang. Kaum laki-laki menjadi dominan dalam posisi ini, sehigga ketika mereka memiliki anak-anak laki mereka bangga, tetapi sebaliknya ketika mereka mendapatkan anak perempuan mereka merasa aib dan malu, karena tidak bisa diajak berperang, maka banyak yang mereka bunuh.
            Dalam kondisi masyarakat yang seperti itulah Nabi Muhammad diturunkan. Ayah Nabi Muhammad SAW Abdullah ibn Abdul Muththalib. Sedangkan ibunya bernama Aminah binti Wahab. Dia dilahirkan dikota Makkah pada tanggal 20 Agustus tahun 570 M. Tahun ini disebut juga dengan tahun Gajah karena pada tahun tersebut terjadi penyerangan terhadap ka’bah yang dilakukan oleh Raja Abrahah dari Yaman.[2]
            Muhammad terbilang sebagai anak yatim karena ayahnya meninggal ketika dia masih dalam kandungan. Ayahnya meninggal di Madinah yaitu ketika perjalanan pulang dari kota Syam. Dan pada masa usia Muhammad mencapai 6 tahun, dia menjadi yatim piatu yaitu ketika ia diajak ibunya ke Madinah dalam rangka berziarah ke makam ayahnya. Dalam perjalanan pulang dari Madinah, Aminah jatuh sakit yang menyebabkannya meninggal dunia.
            Sepeninggal ibunya, Muhammad diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Penderitaan Muhammad menjadi bertambah karena dalam pengasuhan kakeknya yang tidak terlalu lama, kakeknya pun meninggal dunia. Selanjutnya Muhammad diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib, yang juga ayah dari Ali ibn Abi Thalib, seorang puak dari bani Hasyim. Abu Thalib adalah seorang pedagang, maka tidak mengherankan apabila Muhammad sering berpergian dengan pamannya, seperti ke Syam dan ke Madyan untuk berdagang. Pengalaman Muhammad bersama pamannya dalam perniagaan, membuatnya dikenal sebagai seorang pedagang yang cakap dan jujur, sampai dia dewasa.
            Pribadi Muhammad demikian menarik. Beliau dikaruniai wajah yang menarik dari siapapun. Semua orang menghormati dan menaruh hormat kepada beliau. Dalam masa mudaya orang Quraiys menamakan “Siddiq” (benar) dan ‘amin’ (jujur) dan beliau dihormati semua orang termasuk kepala-kepala suku di makkah. Ketika beliau memulai tugas mengajak orang menuju jalan Allah, orang Quraiys mengutus ‘Uthah bin Rabi’ah untuk membuat kompromi. Ketika ‘Uthah bib Rabi’ah berbicara kemudian Rasulullah membacakan ayat kepadanya, ia kembali kepada orang-orang quraiys dan berkata : “Terimalah nasihat saya dan jangan ganggu dia” orang-orang Quraiys berkata : “Ia telah menyihir engkau dengan lidahnya”.
            Dalam sejarah berikutnya, kemudian Muhammad tumbuh dan berkembang menjadi pemuda yang baik kepribadian dan akhlaknya. Dia juga dikenal sebagai seorang yang memiliki perangai yang mempesona, sehingga masyarakat Makkah pada waktu itu memberi gelar al-amin, gelar penghormatan kepada Muhammad  sebagai pemuda yang bisa dipercaya.
            Pada waktu Nabi Muhammad pada waktu berusia 25 tahun , beliau menikah dengan seorang wanita yang bernama Khadijah binti Khuwalid yang berusia 40 tahun. Ia adalah pedagang kaya yang tertarik kepada Muhammad karena kejujurannya. Dari perkawinan ini diperoleh beberapa orang anak. Dalam sejarahnya, Khadijah sangat mendukung dalam perjuangan-perjuangan Muhammad.
            [3]Dalam perjalan hidupnya, Muhammad ,sering menyendiri atau ber-Khalwat, sebagaimana kebiasaan orang-orang Arab, khususnya orang-orang yang tergolong pemikir, sebagai upaya untuk mengetahui rahasia alam semesta. Usaha ini kemudian mmbuahkan hasil dengan turunnya wahyu pertama ayat al-‘alaq : 1-5, yang sekaligus nandai , pengangkatan dirinya sebagai Nabi .
            Yang menarik dari pribadi yang agung ini adalah watak spiritualitasnya, ketrampilan berpoltik, dan kemampuannya dalam menejemen. Suatu kemampuan yang membawa dirnya menuju kesuksesan alam karirnya baik sebagai kepala agama maupun sebagai kepala pemerintahan dinegara Madinah. Dalam mengemban misi dan risalahnya dapatlah dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, seruan terhadap perseorangan (al-marhalah al-fardiyah), kedua, seruan kepada kaum ,kerabat dan ketiga, seruan secara terbuka (al-da’wah al-a’mmah). Dan dalam tahapan ketiga itulah Nabi mendapat reaksi keras dari golongan oligarki yang menguasai kota. Hal itu lebih disebabkan kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan tergoyahnya struktur masyarakat dan kepentingan dagang yang melebihi dari rasa takut hancurnya agama tradisional bangsa Arab yang politheisme itu.
            Sebagian penulis berpendapat bahwa sebenarnya orang-orang Quraiys tidak sepenuhnya percaya terhadap berhala dan tidak benar-benar mempertahankan tuhan-tuhan mereka. Mereka hanya menjadikan berhala-berhala itu sebagai alat bukan tujuan untuk mengelabuhi orang-orang Arab agar mudah ditipu dan diperas. Dan sekiranya Muhammad, sekedar mengajarkan tauhid, yang berhubungan dengan eksistensi Tuhan, tanpa menyerukan persamaan, kemerdekaan dan keadilan, tidak melarang riba dan tidak menetapkan hak orang miskin pada sebagian harta orang kaya, maka akan dengan mudah mereka menerima seruan Nabi. Karena faktor-faktor itulah sehingga masyarakat Quraiys sulit menerima dakwah Rasulullah SAW.
a.       [4]Tahapan Pendidikan Islam pada Fase Makkah
Pola pendidikan yang dilakukan oleh Rasululoh sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah yang disampaikannya kepada kaum Quraisy. Dalam hal ini penulis membaginya kepada tiga tahap:
1)      Tahapan pendidikan Islam Secara Rahasia dan Perorangan
Pada awal turunnya wahyu pertama al-qur’an surat 96 ayat 5, pola pendidikan yang dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi, mengingat social politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik istrinya, khadijah untuk beriman kepada dan menerima petunjuk dari Allah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali Ibn Abi Thalidan Zaid Ibn Haritsah. Kemudian sahabat karibnya Abu Bakar As-Siddiq. Secara berangsur-angsur, ajakan tersebut disampaikan secara meluas, tetapi masih terbatas dikalangan keluarga dekat dengan suku quraiys saja, seperti Ustman Ibn Affan, Zubair ibn Awwam, Sa’ad ibn Abi Waqas, Abdurahman Ibn Auf, Thahah ibn Ubadillah, Abu Ubaidillah ibn Jahrah, Arqam ibn Arqam, Fatimah binti Khatabah, Said ibn Za’id, dan beberapa orang lainnya, mereka semua tahap awal ini disebut Assabiquna al awwalun, artinya orang-orang yang mula-mula masuk islam. Sebagai lembaga pendidikan dan pusat kegiatan pendidikan islam yang pertama pada era awal ini adalah Arqam bin Arqam.
2)      Tahap Pendidikan Islam Secara Terang-terangan
Pendidikan secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3 tahun, sampai turun wahyu berikutnya, yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan.[5] Ketika wahyu tersebut turun, beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul dibukit shafa, menyerukan agar berhati-hati terhadap adzab yang keras dikemudian hari bagi orang-orang yang tidak mengakui Allah sebagai Tuhan Yang Esa dan Muhmmad sebagai utusan-Nya. Seruan tersebut dijawab Abu Lahab, Celakalah kamu Muhammad! Untuk inikah kami mengumpukan kamu? Saat itu turun wahyu menjelaskan perihal Abu Lahab dan istrinya.
      Perintah dakwah secar terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraiys yang akan masuk islam. Di samping itu, keberadaan rumah Arqam ibn Arqam sebagai pusat dan lembaga pendidikan islam sudah diketahui oleh kuffar Quraiys.
3.      Tahap Pendidikan Islam untuk Umum
Hasil seruan dakwah secara terang-terangan yang terfokus kepada keluarga dekat, kelihatan belum maksimal sesuai dengan apa yang di harapkan. Maka, Rasululloh mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih ke seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala internasional tersebut didasarkan kepada perintah Alloh, surat al-Hijr ayat 94-95. Sebagai tindak lanjut dari perintah tersebut, pada musim haji pemerintah mendatangi kemah-kemah para jamaah haji. Pada  awalnya tidak banyak yang menerima, kecuali sekelompok jamaah haji dari yastrib, kabilah khazraj yang menerima dakwah secara antusias. Dari sinilah sinar Islam memancar ke luar Makkah.
Penerimaan masyarakat Yastrib itu berdasarkan beberapa faktor : 1. Adanya kabar dari kaum Yahudi akan lahir seorang Rasul. 2. Suku Aus dan Khazraj mendapat tekanan dan ancaman dari kelompok yahudi 3. Konflik antar khazraj dan Aus yang berkelanjutan dalam rentang waktu yang sudah lama, oleh karena itu mereka mengharakan seorang pemimpin yang mampu melindungi dan mendamaikan mereka.
Berikutnya, di musim haji pada tahun kedua belas kersulan Muhammmad SAW, Rasulullah didatangi dua belas orang laki-laki dan seorang wanita untuk berikrar kesetiaan yang dnamakan “Ba’iah Aqabah I” mereka berjanji tidak akan menyembah selain kepada Alloh, tidak akan mencuri dan berzina , dan tidak akan membunuh anak-anak, dan menjauhkan dari perbuatn keji serta fitnah, selau taat kepada Rasuulah dalam kebenaran dan tidak menduharkainya terhadap sesuatu yang merekatidak inginkan.
Berkat semangat yang tinggi yang dimiliki para sahabat dalam mendakwahkan ajaran islam, sehingga  seluruh penduduk Yatrib masuk islam keuali orang-orang Yahudi.Musim haji berikutnya 73 orang jamaah haji dari Yastrib mendatangi Rasulullah SAW, dan menetapkan keimanan kepada Alloh dan Rasul-Nya di tempat yang sama dengan pelaksanaan “Baiah al-Aqabah II “ dan mereka bersepakat akan memboyong Rasulullah ke Yastrib.
b.      Materi Pendidikan Islam
Materi pendidik pada fase Makkah data dibagi kepada dua bagian :
1.      Materi pendidikan tauhid, materi ini lebih difokuskan untuk memurnikan ajaran agama tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim, yang telah diselewengkan oleh masyarakat jahiliah. Secara toritis inti sari ajaran tauhid dalam kandungan surat al-fatihah Ayat 1-7 dan surat Al-iklas Ayat 1-5. Secara praktis pendidikan tauhid di berikan melalui cara-cara yang bijaksana,menuntun akan ikiran dengan mengajak umatnya untuk pembaca, memerhatikan dan memikirkan kekuasaan dan kebesaran Allah dan manusia sendiri. Keudian beliau mengajarkan bagaimana cara mengaplikasikan pengertian tauhid tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah langsung menjadi contoh bagi umatnya. Hasilnya, kebiasaan masyarakat arab yang memulai perbutan atas nama berhala diganti dengan ucapan “bismillahirrahmanirrahim”. Keiasaan menyembah berhala diganti dengan mengagungkan dan menyembah Allah SWT.[6]
2.      Materi pengajaran al-Qur’an, materi ini dapat dirinci kepada 1. Materi baca tulis al-Qur’an,untuk sekarang disebut dengan materi iqra’ dan imlak. Dengan materi ini diharapkan agar  agar kebiasaan orang Arab yang kebiasaannya membaca syair-syair indah, diganti dengan membaca Al-Qur’an sebgai bacaan yang lebih tinggi niai sastranya. 2. Materi menghafal ayat-ayatAl-Quran yang kemudian hari disebut dengan menghafalkan ayat-ayat suci A-Qura’an. 3 materi pemahaman Al-Qura’an yang saat ini di sebut dengan materi faahmi Al-Qur’an atau tafsir qur’an: tujuan materi ini adalah meluruskan pola ikir umat islam yang diengaruhi pola pikir jahilliah. Disinilah letaknya fungsi hadist sebagai bacaan Al-Qur’an.
c.       Metode Pendidikan Islam
Materi pendidikan sebagaimana tersebut diberikan menggunakan berbagai metode pembelajaran. Metode pendidikan yang dilakukan Rasulullah dalam mendidik umat Islam pada periode Makkah adalah:
1)  Metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya dan
memberikan penjelasan-penjelasan serta keterangan-keterangannya.
2)  Dialog, misalnya dialog antara Rasulullah dengan Mu’az ibn Jabal
ketika Mu’az akan diutus sebagai kadi ke negeri Yaman, dialog antara Rasulullah dengan para sahabat untuk mengatur strategi perang.
3)  Diskusi atau tanya jawab; sering sahabat bertanya kepada
Rasulullah tentang suatu hukum, kemudian Rasulullah menjawabnya.
4)  Metode perumpamaan, misalnya orang mukmin itu laksana satu
tubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh, maka anggota tubuh lainnya akan turut merasakannya.
5)  Metode kisah,misalnya kisah beliau isra’ dan mi’raj.
6)  Metode pembiasaan, membiasakan kaum muslimin shalat berjamaah.
7) Metode hafalan, misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga
    Al-Qur’an dengan menghafalnya. [7]
d.      Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan islam pada periode Rasululah baik dimakkah atau madina adalah Al-Qur’an yang Alloh wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami oleh umat islam pada saat itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional, tetapi juga fitrah dan pragmatis. Hasilcara demikian dapat dilihat dari sikap rohani dan mental para pengikutnya.
e.       Lembaga
Lembaga pendidikan Isam pada fase Makkah :
1.      Rumah Arqam ibn Arqm merupakan tempat ertama berkumpulnya kaummuslim beserta Rasulullah untuk belajar hokum-hukum dan dasar-dasar ajaran islam. Rumah ini merupakan lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam islam, adapun yang mengajar dalam lembaga ini adaah Rasululloh sendiri.
B.     [8]Periode Madinah
Sebagaimana sudah dijelaskan dibagian terdahulu bahwa sebelu,m Rasulullah hijrah ke madinah, didahului oleh dua peristiwa yaitu bai’ah aqabah sughra (pertama) pada tahun 621 M dan bai’ah aqabah kubra (kedua) pada tahun 622 M. Adanya bai’ah ini juga tidak lepas dari usaha Rasulullah untuk menyampaikan ajarannya kepada sebagian peziarah dan pedagang dari kota yatsrib yang melaksanakan ibadah haji. Isi bai’at itu antara lain mengikrarkan keimaman kepada Allah dan Rasulnya Muhmmad, amar ma’ruf nahyi munkar, dan kepatuhan kepada beliau pemimpin mereka. Nabi juga berjanji akan berjuang bersama mereka baik dalam peperangan maupun perdamaian. Sesungguhnya dengan peristiwa ba’iat aobah itu telah terjadi legislasi kepemimpinan Muhammad sebagai pemimpin mereka. Karena telah terjadi fakta persekutuan antara Nabi dengan penduduk Yatsrib, sampai dengan legistimasi. Formalnya sebagai kepala negara madinah, dengan ditetapkannya Piagam Madinah. Dipiagam madinah itulah, diatur kehidupan masyarakat madinah sehingga menjadi masyarakat maju dan beradap mereka hidup dengan menjalankan aturan-aturan yang mereka sepakati bersama itu.
      Oleh karena itulah, Rasulollah bersama para sahabat melakukan hijrah ke madinah. Sebenarnya ada beberapa sebab utama yang membuat Nabi hijrah ke Madinah, yaitu :
Pertama, perbedaan iklim dikedua kota itu mempercepat dilakukannya hijrah. Iklim Madinah yang lembut dan watak rakyatnya yang tenang sangat mendorong penyebaran dan pengembangan agama islam. Sebaliknya, kota Mekkah tidak mempunyai dua kemudahan itu
      Kedua, Nabi-nabi umumnya tidak dihormati dinegara-negaranya sehingga Nabi Muhammad pun tidak diterima oleh kaumnya sendiri. Akan tetapi disukai sebagai Nabi Alloh, oleh karena orang-orang Madinah dan dia sungguh diundangnya.
      Ketiga, tantangan yang Nabi hadapi tidaklah sekeras di Makkah, golongan pendeta dan kaum nigrat Quraisy yang mengganggap islam bertentangan dengan kepentingan mereka, ini tentu berbeda dengan sikap penduduk Madinah terhadap Nabi.
Dalam perjalanan hijrah itu, Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah pada tanggal 27 September 822 Masehi bertepatan dengan hari senin tanggal 12 Rabbiul Awal, kemudian oleh Khalifah umar bin Khattab ditetapkan sebagai Tahun pertama hijrah. Sebelum sampai ke Madinah, nabi singgah di Qubah dan mendirikan masjid yang pertama dalam sejarah islam, didaerah itu. Kemudian melakukan sholat Jum’at di Masjid itu. Rasululloh menyampaikan Khutbah Jum’at pertama yang berisikan tahmid, Sholawat dan salam, pesan bertakwa, dan doa kesejahteraan bagi kaum muslimin. Sampai saat ini masjid qubah masih banyak dikunjungi orang termasuk ramai pada saat musim haji.
Di dalam islam, yang dianggap khutbah pertama rasul khutbah2 jumat rasul di Masjid Qubah ini. Oleh ahli-ahli sejarah politik dinyatakan sebagai proklamasi, lahirnya negara islam.[9] Rasul menetapkan taqwa sebagai dasar negara dan poloitik negara berdasarkan atas AL-Adalat, Al-Insyaniah (perkemanusiaan), as-syura (demokrasi) , al-wahdah al-islamiah (persatuan islam), dan ukhuwah islamiah (persaudaraan islam).
Apa yang dilakukan Rasulullah dengan sholat jumat tersebut yang sesungguhnya merupakan simbol persatuan umat islam, di tengah-tengah kuatnya kesukuan pada saat itu, dan masjid dari segi agama berfungsi sebagai tempat ibadah, sedangkan dari segi sosial berfungsi sebagai tempat untuk mempercepat ikatan sesama muslim, menyatukan umat islam dan menyambung tali silaturahmi antar umat islam.
      Selanjutnya dalam sejarah islam, penduduk madinah yang menyambut kedatagan Rasulullah bersama sahabat ini mendapat julukan kaum Anshar, karena prestasi dan jasanya yang besar terhadap islam. Dan orang-orang islam di makkah yang ikut bersama Nabi hijrah ke Madinah dengan predikat Muhajirin, karena kesetiaan dan pengorbanannya yang besar terhadap ilam. Predikat ini merupakan langkah strategis dalam kerangka antisipasi terhadap propaganda orang-orang yahudi yang tidak senang dengan persatuan yang terjalin antara kaum anshar dan muhajirin. Dalam realitas kesejarahnnya, kaum muhajirin dan kaum anshar ini memang benar-benar bersatu dalam ikatan keimanan dan bersatu dalam mempertahankan wilayah madinah.
Setelah Rasulullah membangun masjid sebagai sarana untuk mempersaudarakan kaum muslimin di kota madinah, selanjutnya Rasulullah juga melakukan pembangunan sosial, ekonomi dan politik negara madinah. Bai’at Aqabah yang dulu dilakukan kemudian begitu nyata yaitu dengan didukungnya Nabi Muhammad oleh sebagian besar suku Aus dan Kazraj yang memudahkannya dalam menggalang potensi mereka untuk di satukan menjadi suatu bangsa (nation) yang berdaulat dan membuat perjanjian untuk saling bantu-membantu antara orang muslim dan non muslim yang didokumentasikan dalam piagam Madinah, yang menurut Ahmad Syalabi secara umum berisikan antara lain bahwa kelompok ini mempunyai pribadi kegamaan dan politik, kebebasan beragama terjamin semua, kewajiban penduduk madinah baik yang muslim maupun bangsa yahudi, bantu membantu secara moril dan materiil, dan Rasulullah adalah pemimpin tertinggi penduduk Madinah.
Butir-butir dalam piagam Madinah tersebut merupakan kesepakatan bersama yang merupakan sebuah konstitusi, dan konstitusi Madinah itu merupakan konstitusi yang mendasari berdirinya negara Madinah. Sebuah negara yang didirikan atas dasar kontrak sosial antara kaum muslimin disatu pihak dan masyarakat non muslim di pihak lain.
Selain itu selama Nabi sebagai kepala negra Madinah, beliau melakukan kebijakan satu sama lain memiliki kaitan antara lain pertama, intensifikasi pemantapan sosio ekonomi politik. Oleh sebab itu ayat-ayat Al-Qur’an pada periode Madinah ini diturunkan terutama ditujukan untuk pembinaan hukum, dan Rasuullah menjelaskan ayat-ayat yang belum jelas dan terperinci itu dengan perbuatan-perbuatan beliau, seperti sistem syura dalam politik, persamaan derajad antar sesama, perbedaan karena taqwa dan amal shaleh, diperintahkannya zakat dan sedekah untuk pemerataan ekonomi disamping ditegaskan hukum riba, juga diberlakukannya razia terhadap kabilah prniagaan Quraiys di jalur perdagangan menuju pasar-pasar wilayah utara. Ini berbeda betul jika dibandingkan dengan ajaran-ajaran dan aturan-aturan selama Rasulullah berada dalam periode Makkah.
Dalam periode Madinah inilah Rasulullah benar-benar dapat membina masyarakat yang kondusif, sehingga dibawah kepemimpinan Rasulullah, Madinah menjadi wilayah yang diperhitungkan. Kepemimpinannya sebagai panglima perang pun juga teruji dalam beberapa peperangan yang dilakukannya, baik yang tergolong ghazwah ataupun sariyah, sampai dengan peristiwa fath Makkah yang monumental, yaitu peperangan tanpa pertumpahan darah. Ajakan masuk islam kepada pemimpin-pemimpin dunia melalui surat yang beliau kirimkan merupakan langkah politis yang sangat berani. Kemampuannya dalam mempersatukan umat islam dengan kebinekaan kabilah dan suku, serta mempersaudarakannya adalah sebagai bukti misi risalah yang dibawanya berdimensi religius dan sosial politik. Dan satu bukti sejarah bahwa Nabi seorang kepala Negara di Madinah adalah munculnya persoalan siapakah yang pantas menggantikan Rasulullah sebagai pemimpin wilayah itu setelah Rasulullah wafat. Di sebuah tempat ditengah kota Madinah, Saqifah bani Sa’ida, umat islam sulit menentukan pemimpin mereka, sampai akhirnya terpilih Abu Bakar sebagai Khalifah pertama Umat Islam.
a.    Lembaga Pendidikan Islam
Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah Masjid. Masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad saw bersama kaum muslimin, untuk secara bersama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat. Kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah adalah disyariatkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Jum’at yang dilaksanakan secara berjama’ah dan azan. Dengan shalat berjamaah tersebut hampir seluruh masyarakat berkumpul untuk mendengar Nabi saw berkhutbah dan shalat Jumat berjamaah.
b.      Materi pendidikan Islam di Madinah
Materi pendidikan yang diberikan pada fase Madinah lebih luas dibandingkan periode Makkah. Materi pendidikan Islam periode Madinah dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Pendidikan ukhuwah antara kaum muslimin.
                   Kaum muslim dipersaudarakan karena Allah bukan karena yang lain. Sesuai dengan isi konstitusi Madinah pula, bahwa antara orang yang beriman tidak boleh membiarkan saudaranya menanggung beban hidup dan utang yang berat di antara sesama mereka. Contoh : Nabi Muhammad saw mengigkis habis sisa-sisa permusuhan antar suku dengan mengikat tali persaudaraan baik antara Muhajirin dengan Muhajirin maupun Muhajirin dengan Anshor.
2) Pendidikan kesejahteraan social yaitu terjaminnya kesejahteraan sosial,
       tergantung pada terpenuhinya kebutuhan pokok kehidupan sehari-hari. Contoh : Untuk menjalin kerja sama dan saling tolong menolong dalam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at dan zakat dan puasa yang merupakan pendidikan bagi masyarakat dalam tanggung jawab jawab sosial baik secara material maupun moral.
3) Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat yaitu suami, istri dan     
anak-anaknya. Contoh : Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Nabi Muhammad saw menganjurkan kaum Muhajirin agar bekerja sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
4) Pendidikan hankam dakwah Islam. Masyarakat kaum muslimin       
     merupakan satu negara dibawah bimbingan Nabi Muhammad saw yang    
     mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya    
     untuk menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia
     [10]bertahap. Contoh : Disyari’atkan media komonikasi berdasarkan wahyu
     yaitu shalat yang dilaksanakan secara berjamaah dan adzan. Oleh karena 
     didalamnya juga ada khutbah dari Nabi saw shalat berjama’ah ternyata
     telah memupuk solidaritas yang sangat tinggi dalam menagani masalah-
     masalah bersama.


























SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PADA
MASA KHULAFAUR RASYIDIN

A.    MASA KEPEMIMPINAN KHULAFAUR RASYIDIN

1.      Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq (632-634)
Setelah Nabi wafat, sebagai pemimpin umat islam adalah Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat setelah Nabi wafat untuk menggantikan Nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.[11]
Masa awal kekhalifahan Abu Bakar di guncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaju sebagai Nabi dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan dengan hal ini Abu Bakar memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberotak yang dapat mengacaukan keamanan dan memengaruhi orang-orang islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran Islam. Dengan demikian, di kirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah pan para hafiz Al-Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Oleh karena itu, Umar ibn Khatab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an. Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi materi pendidikan islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
1.      Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-saunya yang wajib disembah adalah Allah.
2.      Pendidikan akhlak, seperti adab masuk ke rumah orang, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat puasa dan haji.
3.      Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalam shlat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.[12]
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan islam pada khalifah Abu Bakar ini adalah sama dengan pendidikan islam yang dilaksanakan pada masa Nabi baik materi maupun lembaga pendidikan.

2.      [13]Masa Umar bin Khatab (13-23 H : 634-644 M)
Sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia, pikiran, perasaan dan kemampuan berbuat, merupakan komponen dari kemuliaan dan kesempurnaan yang melengkapi ciptaan (kejadian) manusia. Firman Allah Swt :

ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ  
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .(QS : 95 4)
Abu Bakar telah menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah Nabi wafat, berdasarkan hal inilah Abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar bin Khatab, yang tujuannya adalah untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan adanya perpecahan di kalangan umat islam, kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima oleh masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin Khatab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah islam memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah islam pada masa Umar bin Khatab meliputi semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir.
Dengan meluasnya wilayah islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini di perlukan pendidikan.
Pada masa khalifah Umar bin Kharab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperboleh kan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara umat islam yang ingin belajar hadis harus pergi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di Madinah. [14]
Dengan meluasnya wilayah islam sampai keluar jazirah Arab, tampaknya khaliah memeikirkan pendidikan islam di daerah-daerah yang baru di taklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan si masjid-masjid dan pasar-pasar sera mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-Qur’an dan ajaran islam lainnya, seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk islam.
Diantara sahabat-sahabat yang di tunjuk oleh Umar bin Khatab ke daerah adalah Abdurahman bin Ma’qal dan Imam bin al-Hashim, kedua orang ini di kirim ke Basyrah. Abdurahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah duru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gaerah menuntut ilmu agama islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.
Pada khalifah Umar bin Khatab, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis Al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khatab ini lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai nampak, orang yang baru masuk islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahuan islam. Oleh karena itu pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan hal di atas penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan di mas khalifah Umar bin Khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah negara dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, di samping telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan diberbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambil dari daerah yang ditaklukkan dan dari baitulmal.

3.      Masa Khalifah Usman bin Affan (23-35 H : 644-656 M)[15]
Nama lengkapnya adalah Usman ibn Abil Ash ibn Umaiyah. Beliau islam atas seruan Abu Bakar Siddiq. Usman bin Affan adalah  termasuk saudagar besar dan kaya dan sangat pemurah menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan umat islam. Usman diangkat menjadi khalifah hasil dari pemilihan panitia enam yang di tunjuk oleh Umar bin Khatab menjelang beliau meninggal. Panitia yang enam adalah: Usman, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin ‘auf. Pada masa khaliafah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan pada masa ini hanya melanjutkan apa yang sudah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, di berikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan di daerah-daerah. Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah di jangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Khalifah Usman sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang berpengaruh luar biasa di pendidikan islam, yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an.
Penyalinan ini terjadi karena perselisihan bacaan al-Qur’an. Berdasarkan hal ini, khalifah Usman memerintahkan kepada tim untuk menyalin tersebut, adapun tim tersebut adalah :
Zaid bin Tsabit, Abdulah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist. Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab al-Qur’an ini diturunkan menurut dialek mereka sesuai dengan lisan. Quraisy, karena al-Qur’an diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy sedangkan ketiganya adalah orang Quraisy. Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Usman bin Affan diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah. Bahwa pada khalifah Usman bin Affan tidak banyak terjadi perkembangan pendidikan, kalau dibandingkan dengan masa Umar bin Khattab, sebab pada khalifah Usman urusan pendidikan diserahkan saja pada rakyat. Dan apabila di lihat dari kondisi pemerintahan Usman banyak timbul pergolakan dalam masyarakat sebagi akibat ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan Usman yang mengankat kerabatnya dalam jabatan pemerintahan.

4.      Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H: 656-661 M)
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib adalah putra dari paman Rasulullah dan suami dari Fatimah anak Rasulullah. Ali bin Abi Thalib diasuh dan dididik oleh Nabi. Ali terkenal sebagai anak yang mula-mula beriman kepada Rasulullah. Ali adalah khalifah keempat setelah Usman bin Affan. Pada pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi) beserta Thalhah dan Abdillah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyingkapi pembunuhan terhadap Usman, peperangan diantara mereka disebut Perang Jamal (unta) karena Aisyah mengunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemeberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapat ketenangan dan kedamaian.
Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini disebut dengan peperangan Shiffin, karena terjadi di Shiffin. Ketika tentara Muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi desakan sebagian tentaranya, akhirnya Ali menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan kekacauan, sebab Muawiyah bersifat curang, sebab dengan tahkim Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara tahkim, meninggalkan Ali dan membuat kelompok sendiri yaitu Khawarij.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkesimpulan bahawa pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerinthannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab kerusuhan perhatiannya ditumpahkan pada masalah kamanan dan kedamaian bagi masyarakat islam. Dengan demikian, pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh beda dengan masa Nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadis Nabi.
Pada saat Kholifah Ali bin Abi Thalib memegang pemerintahan , Wilayah Islam sudah mencapai India. Pada saat itu , penulisan huruf hijaiyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah, fathah, dhommah dan syaddah. hal itu menyebabkan banyaknya kesalahan bacaan teks Al-Qur’an dan Hadits di daerah-daerah yang jauh dari Jazirah Arab.
Untuk menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Al-Qur’an dan Hadits. Kholifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yangmempelajarai tata bahasa Arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non Arab dalam mempelajari sumber utama ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
                                  
B.     [16]PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Pusat-pusat pendidikan pada masa khulafaur rasyidin, antara lain:
1.      Makkah, guru pertama di Makkah adalah Muaz bin Jabal yang mengajarkan al-Qur’an dan fikih.
2.      Madinah, sahabat yang terkenal antara lain: Abu Bakar, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
3.      Basrah, sahabat yang termasyhur antara lain: Abu Musa al-Asy’ary, dia adalah seorang ahli al-Qur’an dan fikih.
4.      Kuffah, sahabat yang terkenal antara lain: Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud mengajarkan al-Qur’an, ia adalah ahli tafsir, hadis dan fikih.
5.      Damsyik (syam). Setelah Syam (Syiria) menjadi bagian negara islam dan penduduknya banyak yang beragama islam. Maka khalifah Umar mengirimkan tiga orang guru ke negara itu. Yang dikirim itu adalah mu’az bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda’. Ketiga sahabat ini mengajar di syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda’ di Damsyik, Mu’az bin Jabal di Palestina, dan Ubaidah di Hims.
6.      Mesir, sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Ash, ia adalah ahli hadis.





PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Sistem Pendidikan Pada Masa Rasulullah
a.       Masa Makkah Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam  jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Masa Madinah Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.
2.      Sistem Pendidikan Pada Masa Khalifah
b.      Pada masa khalifah Umar bin Khattab pendidikan Islam sudah lebih meningkat dimana pada masa ini khalifah Umar sudah mengangkat guru-guru dan digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukkan.
c.       Pola pendidikan Islam pada masa khalifah Usman bin Affan diserahkan sepenuhnya pada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah boleh mengajar ke daerah- daerah lain.
d.      Pola pendidikan Islam pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib kurang diperhatikan, hal ini dikarenakan pemerintahan Ali yang selalu dilanda konflik yang berujung pada kekacauan.


[1] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 1.
[2] Ibid. hal 2.
[3] Ibid. hal 4.
[4] Samsul Nizar, Sejarah Pendikan Islam, hal.6.
[5]Ibid. hal .8
[6] Ibid. hal. 11.
[7]http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,51790-lang,id-c,kolom-t,Sejarah+Ilmu+Nahwu-.phpx
[8] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 12.
[9] Ibid. hal 14.
[10] Samsul Nizar, Sejarah Pendikan Islam, hal. 25.
[11] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hal. 35.

[13] Ibid,  hal. 37.
[14] Ibid, hal. 45.
[15] Ibid, hal. 47.
[16] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Isam, hal. 55.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar